Kisah Nabi Musa dan Nabi Harun
Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di
mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk
hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak,
kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik
tersendiri bagi mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil
tinggal di Mesir dalam tempo yang lumayan. Mereka menikah sehingga
jumlah mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan
kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah Islam saat
beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam
dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti memperjuangkan
agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian
Islam di sini ialah, mengesakan Allah s.w.t dan hanya semata-mata
menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa kepada-
Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata
kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita maksud
dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan
dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu
dan tidak berbeza dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri
agama di Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as
menyeru manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara
ketika beliau mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah
Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke
sistem multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal
ini terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika di bawah agama tauhid -
mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibezakan
dengan masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai
kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan.
Kemudian masyarakat mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan
akhirnya, Mesir dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka
mengklaim bahawa mereka adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan atau
orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab.
Mereka disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki
kecenderungan keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-
kelompok dari masyarakat Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan
namun kerana mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun
tidak ingin dari kaumnya kecuali agar mereka mentaatinya sehingga
mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka.
Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa difahami
adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan dan ia
mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian
ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di
Mesir - meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun -
kelompok elit yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun
dan melaksanakan perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan
semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita akan membuka
lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di
zamannya. Majoriti masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar
biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat sepenuhnya
kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo Fir'aun dan
para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam
firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru
memanggil kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling
tinggi.'" (QS. an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang
kafir. Mereka mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan
Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah
sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf.
Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah
menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit
sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid
secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak
dan semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan,
dan mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir
diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir
menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak
dan semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja
mendengar pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana
dalam berita itu dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan
menjatuhkan Fir'aun Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu
berasal dari suatu mimpi dari mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang
mengelilingi hati kelompok minoriti yang tertindas, dan mungkin itu
merupakan berita gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa
pun halnya, berita ini telah sampai di telinga Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai
seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah
ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh.
Aturan ini mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada
Fir'aun: Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal
mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir
pada hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan
kekayaan dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi
budak-budaknya dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka
yang terbaik adalah, hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut:
Anak laki-laki disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah
mereka dibiarkan pada tahun berikutnya. Fir'aun sependapat dengan
fikiran ini kerana itu dianggap lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak
dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang
tahun yang ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus
dibunuh, ia melahirkan Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan
ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan bahawa jangan-jangan
anaknya akan dibunuh. Maka si ibu menyusuinya secara sembunyi-
sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di mana
Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir
terhadapnya maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah
kamu khuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah
seorang) dari para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh
kasih sayang dan suci ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia
diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa. Setelah
menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi
sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang
paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia
melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari bahawa Allah
s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah
s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah
Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta
mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan
bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari
akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api
agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim,
begitu juga Allah s.w.t memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa
Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke
istana Fir'aun. Air sungai nil membawa peti yang mulia ini ke istana
Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian ia
mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput
yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak kerana Musa
sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa tetap
tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar
berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak
mengetahui apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan
menempuh jarak yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir
sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang
yang keras kepala sementara isterinya adalah seorang yang penyayang.
Fir'aun adalah seorang penjahat sementara isterinya adalah seorang yang
lembut dan penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan
yang dalam kerana ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan
untuk mendapatkan anak. Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian
bau harum yang datang dari pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan
rasa kesendirian. Pada saat yang sama, wanita-wanita yang
membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air yang diambil dari
sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka. Mereka
membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan
untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya
isteri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan
bahawa ia mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh
dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan
Musa sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa
tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun
duduk di atas meja makan. Ia menantikan isterinya namun yang ditunggu
belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia
dikejutkan dengan kedatangan isterinya dengan membawa Musa. Isteri
Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya dan air
matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari mana datangnya anak kecil
ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya bahawa mereka
menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata: "Ini adalah
salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir
tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri Fir'aun
berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku
dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia
bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al-
Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap
anak kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak
tercengang kerana isterinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun
tidak pernah mendapati isterinya menangis kerana gembira seperti ini.
Fir'aun mulai mengetahui bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti
anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya: Barangkali ia ingat
bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak ini.
Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh isterinya. Fir'aun
memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di
istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar
biasa pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan
seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah
kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum
meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahawa isterinya tidak mengerti erti
sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya
dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis
kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui bahawa Musa sedang lapar. Ia
berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun
berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang menyusui."
Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari
istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang
terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai
ketiga dan sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin
menyusu kepada seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu,
isteri Fir'aun menangis kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil
itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis,
ibu Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang
melemparkan buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu
hilang dibawa oleh air sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika
datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu
menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk
mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan kerana Allah s.w.t
menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan
anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada saudara
perempuan Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan
berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah
engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu." Kemudian
saudara perempuan Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia
mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari
kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia melihat mereka dalam
keadaan kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana
menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa menolak setiap wanita yang
mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah
kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan
dapat mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat
membawa kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya nescaya kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni
sesuatu yang engkau inginkan akan kami penuhi." Lalu saudara
perempuan Musa itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu
menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu,
Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia sehingga masa
penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan kami akan
memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan pendidikan
yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia
merasa gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta
agar ia mengetahui bahawa janji Allah s.w.t benar dan bahawa perintah-
Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak rintangan dan
tantangan. Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan
hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji
Allah). Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang
perempuan: 'Ikutilah dia.' Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh,
sedang mereka tidak mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari
menyusu kepada perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya)
sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku
tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan memeliharanya untukmu
dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'. Maka Kami kembalikan
Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita
dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah itu adalah benar, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah
Fir'aun. Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. Allah s.w.t
berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-
Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha:
39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat
ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang
besar di dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana itu,
secara sederhana Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan
dan para cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak agar
Musa terdidik di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar
pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya
yang pada suatu hari nanti akan hancur di tangannya, sebagai bentuk
pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu
bangunan, ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan
agama. Oleh kerana itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang
dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia
mendengar bahawa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan
dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau
mengetahui lebih daripada orang lain bahawa Fir'aun hanya sekadar
manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahawa ia
bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang dari Bani Israil.
Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan para
pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan
mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-
jalan di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari
pengikut Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil.
Lalu seseorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong
kepadanya. Musa pun turut campur dalam urusan itu. Musa mendorong
dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata Musa
membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal sebagai orang yang kuat
sampai pada batas di mana dengan sekali pukul saja untuk melerai
musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak sengaja untuk
membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu
tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah
perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan
nyata. Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah
aku." Allah s.w.t pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami
berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang
lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang
berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang
lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya
meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari
musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa
berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya). Musa berdoa:
'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri
kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong
bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa
terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan
ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya
pada setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di
sekitarnya. Nabi Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang
dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat
menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong
dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang
Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam
ini dianggap sebagai pembunuhan kerana keteledoran atau kerana
kesalahan bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang
bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang berat.
Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan
mendapatkan keputusan yang meringankannya kerana ia membunuh
tanpa kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap
sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana yang bersangkutan tidak
ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang
ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa hanya
sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan mengetahui bahawa
Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim. Kedua-duanya dari
kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan
kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan
keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji
di kemudian hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-
orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam
pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah
perjalanannya, Musa dikejutkan ketika melihat orang yang ditolongnya
kelmarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi-
lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan seorang
Mesir. Musa mengetahui bahawa orang Israil ini berbuat aniaya. Musa
mengetahui bahawa ia termasuk salah seorang preman di situ. Akhirnya,
Musa berteriak di depan wajah orang Israil itu sambil berkata: "Sungguh
ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan
mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih
sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan
membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kelmarin.
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak
ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi." Ketika mendengar orang
Israil yang mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda.
Musa mengingat apa yang dilakukannya kelmarin dan bagaimana ia
meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi
pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian kembali dan
meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa
Musa adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan
kelmarin. Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus
pembunuhan itu. Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki
Mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada
Musa bahawa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa
agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu
dengan khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang
meminta pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan
kepadanya. Musa berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar-
benar orang yang sesat yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala
Musa memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya,
musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk
membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah membunuh seorang
manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang
yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu
hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan
perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-
gesa seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang
berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang memberi nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang
mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang
lelaki Mesir yang tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat
tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan
Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa
saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa
Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa
membunuh kerana faktor kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan.
Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu
dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk
membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu
terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu
perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk
menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang
bertanggungjawab pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan
untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa - kalau
memang dianggap sebagai suatu kesalahan - adalah kejahatan biasa yang
hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat
rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahawa kepala
keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui bahawa Musa
adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti di
istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh-
musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana
keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang
itu menasihati dan menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru
menampik fikiran itu. Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk
membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk terhadap Isterinya yang sangat
mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya
mengatakan kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir
yang mereka temukan jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini.
Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa.
Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan angin
kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah
s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa agar
berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-
nunggu dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku
dari orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera
keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa
dalam hatinya: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang
lalim." Kaum itu memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka
ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa,
padahal Musa tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang
berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera
keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir'aun dan tidak
mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan untuk
perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat
menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau
langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin yang
mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki
gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t
membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan
mengharungi gurun pasir sendirian. Kemudian sampailah Musa di suatu
tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat
sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air untuk
memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan
binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan
selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang
ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya.
Ketika Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan
istirahat. Musa merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya
tampak mulai rosak. Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk
membeli sandal baru, dan beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup
untuk membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang
mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia
sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat
memenuhi perutku dengan air selama aku tidak memiliki wang yang
cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air.
Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang
menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur
dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa bahawa kedua
wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa hausnya,
lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk
binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak
mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak
mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa
kehairanan kerana mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing.
Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah
tugas yang berat dan sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian
menggembala kambing?" Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua
kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk
keluar dari rumah dan menggembala kambing setiap hari." Musa berkata:
"Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para
penggembala meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak
bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan
mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat
memindahkan batu itu. Musa adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya,
Musa berhasil mengambilkan air bagi remaja puteri itu, dan kemudian ia
mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk di bawah
naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa menempel
ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa mengingat Allah s.w.t dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan
yang Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang
sedang menambat (ternaknya) Musa berkata: 'Apakah maksudmu
(dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab: 'Kami tidak
dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua
yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu
untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang
teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat
memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS.
al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah
naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua
gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya:
"Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua
berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami
bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi
haiwan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata:
"Alhamdulillah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku
dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya
melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki yang
kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya
dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu
upah atas jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan
itu pergi menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar.
Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan surat dari
ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya tertuju
ke bawah. Musa tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan
tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya
semata-mata kerana Allah s.w.t. Beliau merasakan dalam dirinya bahawa
Allah s.w.t-lah yang mengarahkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan
menyentuh pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya
kerana merasa malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di
depanmu dan tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di
kediaman si ayah. Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini
adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang panjang setelah
kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahawa si ayah adalah
putera dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah anak
dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahawa ia adalah seorang
lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang
soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada Nabi Musa makanan siang
dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia
akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya,
jangan khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang
yang lalim. Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan
sampai di sini. Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit
untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya
dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau
akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah
bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki
yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia
mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki."
Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau mengetahui bahawa dia
seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk
berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak
melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang-
bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa
malu dan adab yang baik darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai
Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan
syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku
selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh
tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin
menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah engkau akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan
antar aku dan engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas kesepakatan kita,
baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun mahupun
sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku
memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu
memberi minum (ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi
bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai
dirinya), Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat
dari orang-orang yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu
berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), kerana sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu
ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud
menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata:
'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu
yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku
ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk
mendapatkan jawapan dari pertanyaan-pertanyaan yang mencuba
menerobos kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang
menikahi Musa: apakah anak perempuan yang paling besar ataukah anak
perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan
tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka menyampaikan berbagai
macam riwayat dan kisah yang mereka yakini kebenarannya. Kami sendiri
meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari
orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan siapa namanya.
Kami meyakini bahawa beliau menikah dengan gadis yang memanggilnya
untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang menganjurkan
ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk
kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali
orang tuanya mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa
cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan
kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk
memilih. Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya.
Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa: apakah gadis yang paling tua
atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran tidak menyebutkan hal
tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat kepadanya dalam
firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan
oleh Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa
cukup dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan
kebiasaan Musa dan kemurahannya serta kenabiannya serta
kedudukannya sebagai salah satu nabi ulul azmi bahawa beliau memilih
masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun. Pendapat itu juga didukung
oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh
tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di
waktu pagi untuk menggembala kambing. Kami kira bahawa sepuluh
tahun masa yang dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu
ketentuan yang dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan agama
Yakub. Kakek beliau adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari
Ibrahim. Dengan demikian, Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi
yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita
memahami bahawa Musa berada di atas agama ayah-ayahnya dan datuk-
datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan
masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan
keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting
dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada
setiap malam Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti
terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa
memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah tanah dan
mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan
subur. Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang
dan kagum dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut
jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam
jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti
bahawa beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang
luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir
dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada
pada Musa berbau Mesir. Musa siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari
bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang langsung datang tanpa
perantara seorang malaikat di mana Allah s.w.t akan berbicara
dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan
mental dan moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di
Mesir. Musa tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di
bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi
seorang pemuda yang kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang
yang berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang
sangat kuat, kini Musa harus melewati persiapan mental yang seimbang.
Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di
mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat penggembalaan
yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di
tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik
pengasingan itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-
Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari
Allah s.w.t. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang
ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk kembali ke
Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan
sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui
bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak pada kekuatan
penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa dapat menerima
hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,
meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil,
Musa menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat
ketika beliau menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya
bahawa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa
rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong
Musa segera menuju ke Mesir. Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke
Mesir." Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat
seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa."
Isteri Musa tetap taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui
rahsia tentang keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah
sepuluh tahun beliau pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia
kembali ke sana? Apakah beliau rindu kepada ibunya dan saudaranya?
Apakah beliau berfikir untuk mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah
mendidiknya layaknya ibunya dan sangat mencintainya layaknya ibunya
sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang terlintas dalam
diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja,
yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-
ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali
berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan
bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan
rnenyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan
langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-
tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua potongan
batu kemudian beliau memukulkan kedua-nya dan menggesek-gesekan
keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau dapat berjalan.
Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang
bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak
menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa
mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang
beliau saksikan adalah api yang sangat besar yang menyala-nyala dari
kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata
kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau
memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga
beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu
berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya
petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa
sebahagian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya
mereka tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk
sambil menunggu kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat
api. Musa segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara
tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah
kuyup kerana hujan. Nabi Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu
lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di
lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angin yang
bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa mendekati api. Belum
lama beliau mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak
terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat
tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau
mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar
dan berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau.
Seharusnya pohon itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar,
tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap
menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai
berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan
kedua tangannya di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya
cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk
melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini
cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa
takut, lalu Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya
engkau berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk
dan rukuk sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai
melepas sandalnya Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada
di lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali
berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak
ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan
datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu
binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat
berdialog dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang
mengajaknya berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa
tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t bertanya
kepadanya jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi
bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu
dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa
melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin menjadi-jadi.
Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar.
Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya.
Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya
kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah,
Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang
menjadikan rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml:
10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut.
Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash:
31)
Musa
kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu
pun tetap bergerak. Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula. " (QS. Thaha:
21)
Musa
menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat
menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah s.w.t
terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan
kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar
putih tidak bercacat bukan kerana penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke
dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan
itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia
meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t padanya
sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa
merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan kepadanya -
setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat
tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan kepadanya untuk
mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa takutnya kepada
Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan
beliau khuatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa meminta kepada
Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya.
Allah s.w.t menenangkan Musa dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama
mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka.
Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini
Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t
memberitahu Musa bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan memohon kepada
Allah s.w.t agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya
kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia
melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya
kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika ia
datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah
Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah
yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya
tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali
janganlah kamu kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya
dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku, aku
bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingmu, dan bagiku
ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai
Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular
yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan
mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu,
nescaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang
lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah
melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan
mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidah, supaya mereka
mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,
(yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia
sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak
mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.' Dan
sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu
ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan, yaitu: Letakkanlah
ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti
sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan
musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang
perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya
menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu
kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah
membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami
telah mencubamu dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal beberapa tahun di
antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai
Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha:
9-41)
Kita tidak
mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar berkaitan
dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah salah satu
puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu
mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah
Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun.
Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah
s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat
beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah
masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan
akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat
kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa yang paling
bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa mengetahui
bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha memberhentikan
langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya tetapi Allah s.w.t
memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan
kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun
tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang diseksa oleh
Fir'aun.
Allah
s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan
katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha:
47)
Inilah
tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan
memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga menodai
kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa
mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani Israil dan
mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentingan penguasa.
Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan menghadapi Fir'aun dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t
padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia
telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata
yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha:
43-44)
Musa
bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun
melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Musa
dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa seseorang yang di hadapannya
adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang kedudukannya.
Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan,
hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin agar engkau membebaskan Bani Israil."
Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara
mereka adalah budak- budakku?" Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah
s.w.t, Tuhan Pengatur alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya:
"Bukankah engkau mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun
berkata: "Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih
kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku
didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air kami, dan
engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh
seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat semua itu?
Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau
begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah
Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha
berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku telah
lupa."
Musa
mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun
berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya dan berlaku baik
padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa
memberitahu Fir'aun, bahawa ia bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir
tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu
Fir'aun bahawa ia lari dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan mereka.
Pembunuhan yang dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud
untuk membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t
telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t
menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan
firman-Nya): 'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa
mereka tidak bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa
mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan tidak lancar
lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka,
maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut
(mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa
ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan
(apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan
katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani
Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu
di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama
kami beberapa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang
telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak
membalas guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu
termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku
takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku
salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara:
10-21)
Kemudian
bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia telah berbuat
baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan)
kamu telah memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara:
22)
Musa
ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang engkau berikan
kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah
seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan
cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak
mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang semena-mena. Jika ini
memang demikian maka logik mengatakan bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang
dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian
yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang aku tidak
membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari bangsa Bani Israil.
Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah seorang utusan dari
Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap
ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih serius: Fir'aun
bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?"
(QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di
antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)
mempercayai-Nya." (QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara':
25)
Musa
berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.
" (QS. asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun
berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil: "Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang gila." Musa kembali
berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di
antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.
asy-Syu'ara': 28)
Allah
s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam
surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa
Menjawab: 'Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya
(itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata
Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa
berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.' Fir'aun
berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar
orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur
dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah
s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa pertemuan antara
Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan
katakanlah: 'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah
Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami
telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu.
Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa seksa itu (ditimpakan) atas
orang-orang yang mendustakan dan berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah
Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang
dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam
sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'"
(QS. Thaha: 47-52)
Kita
perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur
alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau
pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang
dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya
dengan jawapan yang sempurna dan mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan
kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing
ciptaannya. Dialah sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia
juga yang membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang mengarahkan
segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu; Allah s.w.t-lah
yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menyaksikan segala
sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang
sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk." (QS. Thaha: 50)
Kemudian
Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun masih
ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab: "bahawa masa-masa yang
dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t adalah masalah yang semua itu
berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain, semua itu diketahui oleh Allah
s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu tercatat dalam kitab Allah s.w.t. Allah
s.w.t menghitung apa yang mereka kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t tidak
pernah lupa." Jawapan Nabi Musa tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang
orang-orang yang hidup di masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala
sesuatu dan mencatat apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak
menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan
menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan
yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit
air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang
yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami
akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang
lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi
Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam
semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan
tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua
itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun bahawa Allah s.w.t menciptakan
manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan
kematian lalu mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana
terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada
Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba
Allah s.w.t akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk
Fir'aun.
Musa
datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun merenung dan
mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan Musa semakin
menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka menjadi pertentangan.
Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian berubahlah bahasa dialog itu. Musa
berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha
membawa argumentasi rasional tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup
dialog yang berdasarkan logik yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog
dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya.
Ia mulai menyerang Musa dan mengancamnya.
Fir'aun
menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa. Fir'aun acuh
tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang peribadi Musa. Ia
mulai mempersoalkan pakaian Musa dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang
cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja
memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia
berani menentang penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain
dirinya; tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa
tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat
mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani
menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin dimasukan ke dalam
penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang menyembah selain Fir'aun
kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain
aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa
mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog
yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan serta pada akhirnya
menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui bahawa telah tiba waktunya
untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya. Setelah diancam akan dimasukan ke
dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini)
kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-
Syu'ara': 30)
Musa
menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu
sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang
nyata itu, jika kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-
Syu'ara': 30-31)
Musa
melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap
bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar menghadapinya. Setelah
Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang
menyentuh tanah itu berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat
dan gesit. Ular itu menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut.
Ia tampak gementar di kerusinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan
ular itu darinya. Nabi Musa menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu
kembali menjadi tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah
peristiwa itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang
kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba
tangan itu menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya
yang memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan
kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau kerana
saking takutnya.
Allah
s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat
itu (menjadi) ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya),
maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang
melihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua
mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di
situ. Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi
Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti
semula.
Fir'aun
berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun
tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,
lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu
kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani
Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah terjadi perbincangan di
tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat itu. Fir'aun benar-benar
terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi Musa. Ketika Musa
keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa takut dan gementar, kini
menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada menterinya dan para
pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka tanpa sebab yang
diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari ruangannya dan
meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun meminum
beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum hilang juga.
Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan orang-orang dekatnya dan
semua para menteri di istana serta para pemimpin di Mesir. Fir'aun mengeluarkan
perintahnya kepada Haman salah satu ketua para menterinya untuk mengepalai
pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun
memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak
mahu menerima dengan mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir
selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari
memerintah dengan semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa
yang ingin menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada
dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di
alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini
menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada ketua para menterinya
yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak
ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu
dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada Haman: "Apakah aku
seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk dan bertanya: "Siapa yang
berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia
mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab:
"Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar
wajahnya ke arah yang lain: "Aku mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian
Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku
sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-
pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku
memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh dan tinggi di
mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu berdasarkan
peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun
demikian, Haman bersikap munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun
sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin
melaksanakan perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi
wahai tuanku dan izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu.
Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana
Tuhan selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu
dengan sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan.
Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan kata-katanya
yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku." (QS. al-Qashash: 38)
Semua
yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka
terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang
itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun
demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh
Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentera Mesir, para pembesar
istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata dengan
maksud bertanya kepada para penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang
Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah
seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang gila."
Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir mereka akan
mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada mereka - saya kira ia
terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan:
"Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab
pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa? Apa sebenarnya persekongkolan yang
disembunyikannya." Para penasihat terdiam kerana rasa takut dan sebagai bentuk
kemunafikan terhadap Fir'aun. Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan
kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka
layaknya burung beo. Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun
berkata: "Aku kira bahawa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia
ingin mengeluarkan kalian dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu
persekongkolan apa yang kalian siapkan?"
Adalah
hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang dihadiri oleh
para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat sesama mereka bererti
hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa.
Para penasihat berkata - setelah Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk
mengutarakan pendapat: "Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa
adalah seorang tukang sihir. Kalau begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan
mengembalikan Musa dan saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di
Mesir untuk menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan
berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang
tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian, kita
dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil."
Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu. Sepuluh orang
dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan menunggangi kenderaan
mereka dan mereka segera berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan
pada hari kedua di pasar-pasar Mesir bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah
menuju ke istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan
yang penting.