Chaerul Tanjung ajak NU kembangkan dunia usaha
Bos Para Group Chaerul Tanjung menyatakan sektor wirausaha merupakan
sektor yang menjanjikan peluang kesejahteraan dibandingkan dengan sektor
pertanian dan pemerintahan. Karena itu, ia mengajak warga NU untuk
masuk dan menguatkan sektor ini jika ingin sukses.
Dijelaskannya, saat ini sektor pertanianmemberi kontribusi 42 persen
distribusi tenaga kerja, tetapi hanya menyumbang 16 persen Produk
Domestik Bruto (PDB). Kue ekonomi kecil yang harus dibagi untuk banyak
orang menunjukkan sektor ini merupakan salah satu sumber kemiskinan.
Demikian pula, pemerintah hanya memberikan kontribusi sekitar 10
persen dalam perekonomian dan semakin lama, kontribusinya semakin turun,
digantikan oleh sektor dunia usaha. Semakin maju dunia usaha, semakin
kecil kontribusi pemerintah dalam perekonomian.
“NU kalau mau maju harus fokus di dunia usaha, bukan di
pemerintahan,” katanya dalam seminar Membangkitkan Spirit Kewirausahaan
Nasional, Menyongsong Visi Indonesia 2025 yang diselenggarakan dalam
rangka harlah ke-85 NU, di Jakarta, Sabtu (09/7).
Ia menggambarkan saat ini, Indonesia menuju golden era. Pada tahun
2011, PDB Indonesia sedikit diatas 3000 dolar Amerika per tahun, pada
tahun 2025, diproyeksikan sudah mencapai 14.250-15.500 dolar Amerika per
tahun. Sebuah negara dikategorikan sebagai negara maju jika PDB per
kapitanya sudah mencapai 10.000. Dengan kerja yang serius, Indonesia
mampu mendobelkan PDB-nya setiap lima tahun sekali sehingga
pertumbuhannya lebih cepat.
Berdasarkan proyeksi dari IMF yang dikeluarkan April 2011, Indonesia
merupakan negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia nomor dua dengan
pertumbuhan PDB per tahun sebesar 14.5 persen. Di tingkat ASEAN,
Indonesia merupakan kekuatan ekonomi terbesar yang menguasai 40 persen
di 6 negara terbesar ASEAN atau 38 persen dari 10 anggota ASEAN. Dalam
10 tahun ke depan, diperkirakan lebih dari 50 persen kekuatan ekonomi
berada di tangan Indonesia.
Tahun 2011, Indonesia akan mengalahkan Belanda dalam besaran ekonomi
karena tahun 2010 lalu, sudah mencapai 91 persen. “Inilah untuk pertama
kalinya kita revans dengan Belanda. Demikian pula, NU harus revans
dengan yang lain,” ajaknya.
Untuk mempercepat dan perluasan pertumbuhan ekonomi, pemerintah telah
menetapkan tujuh koridor ekonomi di seluruh Indonesia. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan ekonomi saat ini masih didominasi di pulau Jawa.
Terdapat iga fokus dalam master plan tersebut, yaitu pemberian nilai
tambah, bukan hanya mengekspor bahan mentah, kedua efisiensi produksi
dan konektivitas nasional, untuk mengurangi disparitas harga, seperti
harga semen yang mencapai 1 juta per sak di Papua dan terakhir inovasi
nasional.
Sayangnya, dari sebegitu besarnya kue ekonomi Indonesia, 80 persen
umat Islam hanya menguasai 20 persennya. Ia berharap ada proses
pembagian kue yang semakin merata sehingga berkeadilan. “Saya berharap
ke depan lahir entrepreneur-entepreneur sukses dari NU,” paparnya.
Salah satu sektor yang layak menjadi perhatian adalah sektor consumer
dan komoditas. Ini terkait dengan pertambahan penduduk yang terus
menerus. Pada tahun 2050, diperkirakan bumi ini dihuni oleh 9 milyar
penduduk yang semuanya membutuhkan makam, minum, dan kebutuhan lainnya.
PBB memperkirakan dunia mengalami kelangkaan dalam hal pangan, air dan
komoditas.
“Kalau NU mau sukses, jangan keluar dari trend itu. Kalau selama ini
masih ketinggalan, ngak papa, yang penting masa depan,” paparnya.
Ia berharap potensi pertumbuhan ekonomi ini tidak dinikmati oleh
orang asing, Sejumlah pengusaha asing berbondong-bondong menanamkan
uangnya di Indonesia. Dari Korea Selatan saja banyak investor besar yang
menanamkan modalnya sampai milyaran dolar, belum yang skala kecil yang
hanya mempekerjakan puluhan pekerja. Ia mengusulkan agar investasi
dengan keuntungan besar diperuntukkan buat pengusaha nasional sedangkan
investor asing dialokasikan usaha sulit dengan margin kecil.
“NU harus memperjuangkan investasi kecil dengan margin besar harus
diperuntukkan bagi kita sendiri ini. Jangan sampai yang menikmati bukan
kita,” katanya.
Pengembangan ekonomi diakuinya tak mudah, paling tidak terdapat tiga
hambatan yang harus diatasi. Pertama, hambatan kultural. “Orang melayu
kalau dibilang malas selalu marah, tetapi ketika ditanya siapa yang
bekerja keras, tak ada yang tunjuk jari,” terangnya. Padahal orang China
dan Korea bisa bekerja sampai 18 jam per hari.
Sementara itu, pandangan agama juga menjadi masalah, pada dai dalam
ceramahnya selalu menyebut siksa kubur, seolah-olah kalau jadi pengusaha
dekat ke neraka. “Kita tidak bisa mendapat akhirat kalau tidak melewati
dunia dahulu, jadi kaya lebih bermanfaat, bisa berzakat lebih banyak,
bisa memberi pekerjaan orang dan lainnya,” paparnya. Hambatan terakhir
adalah soal pendidikan, banyak tenaga yang belum terlatih dengan baik
sehingga produktifitasnya kurang maksimal.
Sejumlah modal untuk bisa menjadi sukses adalah percaya diri,
optimis, tanggun, inovatif, kreatif dan kerja keras. Namun semua itu tak
cukup hanya dengan mengikuti seminar, melainkan sebuah proses
pembelajaran dan pembiayaan yang melelahkan dan membutuhkan waktu lama
“Tuhan tak adil kalau yang ngak kerja keras yang sukses,” tuturnya.
NU, tuturnya, bisa mempromosikan budaya kewirausahaan lewat
organisasi dengan inovasi dan kreasi. Selama ini banyak orang hanya
bertahan di zona nyaman, karena itu harus dibangun sebuah inovasi
sebagai business as not as usual, termasuk bagaimana NU memberdayakan
umatnya.
Situasi pertumbuhan ekonomi yang cepat di Indonesia saat ini,
merupakan kesempatan bagi wirausahawan baru untuk turut berpartisipasi
menikmati kue pembangunan. “Kalau bisa ikut, kesalahannya ada dua
faktor, karena pemimpinnya yang tidak memberi kesempatan, atau karena
malas,” tandasnya.
